Live In berlangsung dari tanggal 14 April 2012 hingga
18 April 2012. Saya berterima kasih kepada Tuhan, karena saya boleh diberi
kesempatan live in selama 5 hari. Saya mendapatkan banyak sekali pengalaman
maupun pelajaran hidup selama 5 hari tersebut.
Ibu Lamiyem (tengah) |
Saya ditempatkan di daerah Sukorejo, tepatnya di
Ngaliyan. Saya dibolehkan menginap selama 5 hari di rumah Ibu Lamiyem. Seorang
ibu yang ramah, bliau memiliki logat yang sedikit berbeda dengan orang di
sekitarnya. Hal itu dikarenakan ibu memang lama tinggal di Malaysia tepatnya
baru 1 bulan tinggal di Indonesia setelah 15 tahun bekerja menjadi TKW di sana.
Saya mendapat banyak sekali crita pengalaman beliau
yang membuat saya untuk belajar. Ibu seorang single parent yang dituntut bekerja untuk menhidupi anaknya yang
masih sekolah saat itu. Dalam hidup pasti ada kendala. Suami ibu ternyata
menghianati ibu. Bapak hanya menginginkan harta ibu, setelah mendapatkan
segalanya bapak meninggalkan ibu dan menikah lagi dengan saudara ibu. Tetapi saya
sangat salut pada ibu. Ibu lamiyem tidak larut dalam kesedihan, ya mungkin
memang saat itu ibu benar - benar sedih dan marah, tetapi ibu memiliki hati
yang besar dan berusaha untuk tidak dendam. Ibu selalu ingin untuk merelakan
itu semua. Justru karena pengalamn buruk itulah yang membuat beliau semakin
yakin dan bertekat untuk membuktikan bahwa ia bisa tanpa suaminya.
Setiap harinya ibu pergi ke ladang jagung untuk
menengok tanaman jagung miliknya. Ladang tersebut jaraknya cukup jauh dengan
rumah, medan perjalanan pun tidak gampang. Jalan setapak dengan alas tanah yang
licin akibat terkena embun, dengan sedikit curam dan siapa pun yang jalan harus
benar - benar berhati - hati jika ingin selamat sampai tujuan. Mungkin jika saya
jadi ibu, saya akan menyuruh anakku yang lebih kuat dan masih muda untuk pergi
ke ladang setiap hari. Tapi ibu tetaplah ibu, ibu yang penuh semangat dan
pantang menyerah. Bahkan, saat menuruni jalanan yang penuh bebatuan, ibu justru
melepas alas kakinya, padahal kita sama - sama tahu bahwa berjalan di batuan
itu sangat sakit. Tapi kata ibu, itulah rahasia untuk awet sehat. Jika dipikir
secara logis, memang benar, jalan di bebatuan merupakan pijat refleksi gratis
di desa. Akhirnya pun saya mencoba untuk melepas alas kaki, dan ternyata tidak
seburuk yang saya kira.
Selain ke ladang jagung, ibu juga harus pergi ke
ladang kopi untuk memanen biji - biji kopi yang nantinya akan diolah menjadi
kopi yang layak untuk diminum. Jarak antara kebun kopi yang terletak di daerah
Bawang dan rumah ibu yang terletak di dusun Krajan benar - benar jauh.
Dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk sampai tujuan. Walaupun di rumah ibu
ada kendaraan bermotor, tetapi entah kenapa ibu lebih memilih untuk berjalan
kaki. Yah, pelajaran yang dapat kupetik saat itu adalah orang desa itu awet
muda dan awet sehat karena sering jogging,
alias jalan kaki.
Dari beberapa pengalaman tersebut saya mendapatkan beberapa hal yang menarik. Ibu mengajarkanku untuk selalu sabar kepada siapa pun walaupun orang tersebut telah menyakiti hati kita. Ibu juga mengajarkanku untuk menikmati apa yang diberikan Tuhan kepada kita. Tuhan memberikan kita tangan supaya kita dapat berkarya dan berguna bagi orang lain. Tuhan juga memberikan kita kaki untuk melangkah dengan pasti dan penuh tanggung jawab dalam berkarya. Tuhan juga memberikan kita mulut, mata, telinga, dan hidung untuk merasakan indahnya keagungan Tuhan yang diberikan kepada kita setiap harinya. Tuhan pun memberikan hati kepada kita supaya kita dapat mengasihi satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar