Minggu, 29 April 2012

Pemberian Tuhan \(ˆ▽ˆ)/


Live In berlangsung dari tanggal 14 April 2012 hingga 18 April 2012. Saya berterima kasih kepada Tuhan, karena saya boleh diberi kesempatan live in selama 5 hari. Saya mendapatkan banyak sekali pengalaman maupun pelajaran hidup selama 5 hari tersebut.

Ibu Lamiyem (tengah)
Saya ditempatkan di daerah Sukorejo, tepatnya di Ngaliyan. Saya dibolehkan menginap selama 5 hari di rumah Ibu Lamiyem. Seorang ibu yang ramah, bliau memiliki logat yang sedikit berbeda dengan orang di sekitarnya. Hal itu dikarenakan ibu memang lama tinggal di Malaysia tepatnya baru 1 bulan tinggal di Indonesia setelah 15 tahun bekerja menjadi TKW di sana.

Saya mendapat banyak sekali crita pengalaman beliau yang membuat saya untuk belajar. Ibu seorang single parent yang dituntut bekerja untuk menhidupi anaknya yang masih sekolah saat itu. Dalam hidup pasti ada kendala. Suami ibu ternyata menghianati ibu. Bapak hanya menginginkan harta ibu, setelah mendapatkan segalanya bapak meninggalkan ibu dan menikah lagi dengan saudara ibu. Tetapi saya sangat salut pada ibu. Ibu lamiyem tidak larut dalam kesedihan, ya mungkin memang saat itu ibu benar - benar sedih dan marah, tetapi ibu memiliki hati yang besar dan berusaha untuk tidak dendam. Ibu selalu ingin untuk merelakan itu semua. Justru karena pengalamn buruk itulah yang membuat beliau semakin yakin dan bertekat untuk membuktikan bahwa ia bisa tanpa suaminya.

Setiap harinya ibu pergi ke ladang jagung untuk menengok tanaman jagung miliknya. Ladang tersebut jaraknya cukup jauh dengan rumah, medan perjalanan pun tidak gampang. Jalan setapak dengan alas tanah yang licin akibat terkena embun, dengan sedikit curam dan siapa pun yang jalan harus benar - benar berhati - hati jika ingin selamat sampai tujuan. Mungkin jika saya jadi ibu, saya akan menyuruh anakku yang lebih kuat dan masih muda untuk pergi ke ladang setiap hari. Tapi ibu tetaplah ibu, ibu yang penuh semangat dan pantang menyerah. Bahkan, saat menuruni jalanan yang penuh bebatuan, ibu justru melepas alas kakinya, padahal kita sama - sama tahu bahwa berjalan di batuan itu sangat sakit. Tapi kata ibu, itulah rahasia untuk awet sehat. Jika dipikir secara logis, memang benar, jalan di bebatuan merupakan pijat refleksi gratis di desa. Akhirnya pun saya mencoba untuk melepas alas kaki, dan ternyata tidak seburuk yang saya kira.
Selain ke ladang jagung, ibu juga harus pergi ke ladang kopi untuk memanen biji - biji kopi yang nantinya akan diolah menjadi kopi yang layak untuk diminum. Jarak antara kebun kopi yang terletak di daerah Bawang dan rumah ibu yang terletak di dusun Krajan benar - benar jauh. Dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk sampai tujuan. Walaupun di rumah ibu ada kendaraan bermotor, tetapi entah kenapa ibu lebih memilih untuk berjalan kaki. Yah, pelajaran yang dapat kupetik saat itu adalah orang desa itu awet muda dan awet sehat karena sering jogging, alias jalan kaki.


Dari beberapa pengalaman tersebut saya mendapatkan beberapa hal yang menarik. Ibu mengajarkanku untuk selalu sabar kepada siapa pun walaupun orang tersebut telah menyakiti hati kita. Ibu juga mengajarkanku untuk menikmati apa yang diberikan Tuhan kepada kita. Tuhan memberikan kita tangan supaya kita dapat berkarya dan berguna bagi orang lain. Tuhan juga memberikan kita kaki untuk melangkah dengan pasti dan penuh tanggung jawab dalam berkarya. Tuhan juga memberikan kita mulut, mata, telinga, dan hidung untuk merasakan indahnya keagungan Tuhan yang diberikan kepada kita setiap harinya. Tuhan pun memberikan hati kepada kita supaya kita dapat mengasihi satu sama lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar